Cinta untuk Ririn
“Teman-teman..”, Raya
berbicara di depan kelas.
“Ada apa sih Ray ?”, Nino yang sedang tidurpun terbangun.
“Gue mau ngasih undangan ulang tahun buat kalian. Datang ya
ke pesta ulang tahun gue, Sabtu jam 7 malam. Sweet seventeen gue tuh, jadi
kalian harus datang. Dijamin, acaranya meriah banget.”
“Makanannya enak-enak nggak Ray?”, tanya Vanno sambil sibuk
melahap es krim coklatnya.
“Tenang aja Mbul, pasti kenyang deh lu”
“Gue pasti dateng kalo gitu mah Ray”
Vanno hobi banget makan, apalagi acara makan gratis, pasti
dia nggak pernah ketinggalan. Karena hobi makannya itu, Vanno dipanggil Gembul,
sesuai dengan badannya yang subur.
“Ini nih undangannya”, Raya membagikan undangan pesta ulang
tahun ke teman-temannya.
Raya adalah anak tunggal dari seorang jendral. Apapun yang
dia minta, pasti selalu dikabukan oleh kedua orang tuanya, karena mereka begitu
menyayangi putri semata wayangnya itu. Alhasil, Raya menjadi sedikit manja.
Berbeda dengan Ririn, gadis yang bahagia hidup dengan
kesederhanaan. Ayah Ririn adalah seorang guru SD, sedangkan Ibunya hanya
seorang ibu rumah tangga yang membuka warung gado-gado di depan rumah. Ririn
memiliki seorang adik perempuan yang lucu bernama Dina, yang baru berusia 5
tahun.
Raya dan Ririn adalah teman sekelas. Mereka sekolah di SMA Amperlite
Plus, salah satu SMA favorit di Jakarta. Ririn bisa sekolah disana karena
beasiswa yang dia dapat. Tetapi, Ririn tidak begitu dekat dengan Raya, karena
Raya sibuk berteman dengan teman-teman yang selevel dengan dirinya. Beruntung
ada Dimas, Dito, Faldi, Nisa, dan Amel yang selalu menemani Ririn. Mereka
adalah sahabat Ririn sejak SMP yang juga mendapat beasiswa di SMA tersebut dan
sekelas dengan Raya.
“Dresscode nya putih ya teman-teman, yang bersih, bagus,
wangi. Nggak boleh pake yang kumel”
“Kalo nggak punya gimana Ray?”, tanya Amel.
“Kalo nggak punya kan bisa beli kali, jangan kayak orang
susah deh”, ujar Raya sambil berlalu.
“Pasti Raya mau ngasih undangan ke Kak Radit deh,” tebak
Nisa.
“Kayaknya sih gitu, Nis”, kata Dito.
“Keganjenan banget sih, ihh”, Nisa sewot.
“Kamu nggak boleh gitu Nis, itu kan hak dia mau ngundang
siapa aja, iya kan?”, ujar Ririn.
“Emang dasar Raya nya aja yang cinta mati sama Kak Radit. Udah
tau Kak Radit nggak suka sama manjanya Raya, tapi tetep aja ngedeketin terus. Kak
Radit itu lebih suka sama yang mandiri dan sederhana kayak kamu Rin.“, jelas
Nisa.
“Apa sih Nisa, tau apa sih kamu tentang Kak Radit”, ujar
Ririn tersipu malu.
“Tau banyak dong. Nisa gitu lohh..”, ujar Nisa tertawa.
“Huuu..”, sorak Amel dan Dimas sambil ikut tertawa. Yang
lain pun ikut tertawa.
Tidak lama kemudian bel masuk berbunyi. Pak Danu masuk kelas
dan melanjutkan materi pelajaran yang terpotong waktu istirahat tadi.
***
Teeeeeeet…..! Akhirnya bel pulang pun berbunyi.
Murid-murid bersiap pulang begitu juga dengan Ririn dan
kelima sahabatnya.
Saat di gerbang sekolah, lewatlah Kak Radit dengan sepeda
motornya.
Tiin..tiin..
“Ririn, pulang bareng aku yuk? Kebetulan aku mau ke toko buku
deket rumah kamu. Jadi, aku pikir ya bareng aja sama kamu. Kamu langsung pulang
kan?”, ujar kak Radit.
“Iya kak, Ririn langsung pulang kok. Udah sana Rin, pulang aja
sama kak Radit. Kan lumayan, irit ongkos.”, ujar Nisa terkekeh.
“Mmm, iya sih kak aku langsung pulang. Emang nggak
ngerepotin kak?”, tanya Ririn.
“Enggak ko Rin. Udah ayo naik, keburu hujan. Udah mendung
tuh.”
“Iya deh kak. Duluan yaa..”, ujar Ririn sambil melambai kepada
lima sahabatnya itu.
“Dahh Ririn,” kata Dimas, Dito, Faldi, Nisa, dan Amel
serentak.
“Rencana kita berhasil teman-teman.”, ujar Faldi senang.
Yang lain bersorak senang.
“Kue buat Ririn gimana nih? Siapa yang mau pesen?”, tanya
Nisa.
“Tenang aja, nggak usah repot-repot pesen. Kebetulan tante
aku lagi di Jakarta, dan nginep di rumah aku. Jadi, nanti aku minta tolong aja
bikinin kue ulang tahun yang paling enak buat Ririn. Momen sweet seventeen
harus berkesan dong, iya nggak ?”, ujar Amel.
“Bener tuh Mel”, jawab Dito.
“Wah, pas banget ya waktunya. Berarti kita bisa bikin
surprise yang keren nih buat Ririn,” , ujar Dimas.
“Harus itu, Mas. Ririn itu baik banget ke kita, jadi Ririn
juga harus dapet yang terbaik dong.” ,ujar Faldi.
“Berarti nanti kita tinggal omongin lagi sama Kak Radit nih.
Faldi, kamu aja gih yang ke rumah Kak Radit, kan rumah kamu nggak jauh dengan
rumah Kak Radit. Kalo lewat sms atau telepon nggak enak, enakan ngomong
langsung. Kalo ngomong di sekolah nanti ketahuan Ririn.”,usul Dito.
“Okelah. Nanti sore aku ke rumahnya deh”, jawab Faldi
mengiyakan.
Kelima sahabat Ririn merencanakan surprise untuk ulang tahun
Ririn ke-17 yang bertepatan dengan ulang tahun Raya. Tidak lupa mereka
mengikutsertakan Kak Radit dalam rencana besar itu. Dengan senang hati Kak
Radit menerima tawaran tersebut, dan sangat antusias untuk ikut serta.
Ririn menyukai Kak Radit sejak mereka secara tidak sengaja
bertemu di kegiatan bakti sosial yang diadakan sekolah. Kak Radit salah satu
panitia pelaksana kegiatan tersebut, dan Ririn ditunjuk oleh Bu Arni, wali
kelas Ririn, untuk datang ke acara tersebut menggantikan Hadi, wakil ketua
kelas, yang saat itu tidak bisa hadir karena sakit.
Sejak itulah, mereka sering bersama. Dan sejak itu pula,
Ririn menyukai Kak Radit. Sosok yang baik, ramah, supel, dan cerdaslah yang
membuat Ririn jatuh hati kepada Kak Radit. Namun, hanya Nisa yang mengetahui
hal itu. Nisa pun menanyakan kebenarannya kepada Ririn ketika Nisa sedang di
rumah Ririn. Setelah dihujani pertanyaan, Ririn pun tersudut dan mengakuinya
sambil tersipu malu. Nisa memang pintar membaca hati, apalagi hati teman-teman terdekatnya.
Jumat siang setelah pulang sekolah, kelima sahabat Ririn berkumpul
di rumah Kak Radit.
“Gimana kuenya? Sudah jadi?”, tanya Kak Radit.
“Sudah Kak. Besok aku aja yang bawa. Kakak datang ke rumah
Raya bareng aja sama Ririn. Dilama-lamain aja jalannya Kak, lewat jalan yang
macet.”, kata Amel.
“Oke. Bunga mawar putihnya yang kakak titip ke kamu sudah
kamu belikan, Di?, tanya Kak Radit kepada Faldi.
“Sudah kak, sudah siap.”
“Berarti besok kalian pulang duluan dari pesta ulang
tahunnya Raya. Kemudian, tolong kalian persiapkan dengan baik. Biar Ririn kakak
ajak muter-muter.”
“Oke kak..”
“Kak, udah sore. Kita
pulang ya. Sukses untuk besok ya kak,” ujar Nisa cengar-cengir.
“Iya, doain ya besok lancar. Makasih ya udah mau bantuin
kakak juga.”
“Iya. Assalamu’alaikum.”, semua serempak.
“Waalaikum salam”.
Keesokkan harinya, tepat pukul setengah 7 Kak Radit sudah
siap. Setelah sholat Maghrib, Kak Radit berangkat. Sesampainya disana, Ririn
sudah menunggu di teras.
“Sudah siap Rin?”, tanya Kak Radit.
“Sudah kak. Tapi Amel sama Dito nggak jadi bareng. Mereka
tadi mau nyari kado dulu kak. Jadi kita disuruh duluan aja.”, jawab Ririn.
“Oh gitu. Yasudah yuk. Ketemu disana aja”
Sebenarnya Kak Radit sudah tahu bahwa Amel dan Dito tidak
bareng dengan mereka.
Sesampainya di rumah Raya, sudah banyak teman-teman yang
hadir. Pestanya sangat meriah. Hiasan yang cantik, lampu yang berkelap-kelip,
iringan musik yang mengalun lembut membuat Ririn kagum.
“Pestanya meriah ya kak.” kata Ririn.
“Iya Rin, meriah banget.” kata Kak Radit.
“Raya juga cantik banget ya kak pake gaun putih itu.”
“Ngg.. i..iya Ray. Wajarlah dia cantik, ini kan pesta ulang
tahunnya. Pasti dia pengen tampil sempurna.” jawab kak Radit.
“Seandainya ulang
tahunku hari ini juga dirayakan seperti ini. Pasti aku senang sekali. Ulang
tahun ke-17 yang tidak akan terlupakan. Tapi…., ah sudahlah. Bangun Rin…!!!
Jangan bermimpi kamu.” ujar Ririn dalam hati.
Tidak lama kemudian, acara dimulai dan Amel serta sahabatnya
yang lain datang. Raya pun naik ke atas podium kecil.
“Terima kasih, teman-teman yang datang ke ulang ulang tahun
gue. Terima kasih juga buat Kak Radit yang udah nyempetin waktunya dateng ke
pesta ulang tahun Raya. Pesta ulang tahun Raya nggak ada artinya mungkin tanpa
kehadiran Kak Radit.”, ujar Raya.
“Huu..,”, sorak yang lain.
Kak Radit hanya tersenyum.
“Raya..!! Ayo tiup lilinnya terus potong kuenya. Gue laper
nih.”, kata Vanno.
“Iyaa Mbul. Sabar ah.. Kak Radit, temenin Raya tiup lilin
dong sini.”, ujar Raya.
“Cieee..” yang lain pun bersorak.
“Waduh.” Kak Radit malu.
“Udah gih sana kak, temenin si Raya.” ujar Ririn. Sebenarnya
Ririn agak cemburu melihat Raya membujuk Kak Radit seperti itu, tetapi Ririn
berusaha bersikap biasa seolah tidak terjadi apa-apa. Tetapi, Kak Radit bisa merasakan
hal itu.
Setelah tiup lilin, tiba saatnya potong kue.
“Kue pertama ini pengen gue kasih ke orang yang gue sayang.
Karena mama sama papa lagi di Aussie, jadi kue ini untuk Kak Radit.” ujar Raya.
Dan Raya pun memberikan potongan kue pertama ke Kak Radit
serta menyuapinya. Teman-teman bersorak-sorai melihat hal itu. Ririn yang
melihat dari jauh semakin merasa iri dengan Raya. Kak Radit pun merasa tidak
enak dengan Ririn, tetapi tidak bisa menolak sodoran kue Raya, karena tidak
ingin membuat Raya malu di hadapan teman-temannya dalam pesta ulang tahun itu.
“Silahkan teman-teman menikmati hidangan yang udah disiapin.
Kuenya nanti dipotongin sama mbak cateringnya.”, ujar Raya.
“Kak Radit mau makan apa dulu? Raya ambilin deh.”, tanya
Raya ke Kak Radit.
“Nggak usah Ray, kakak ambil sendiri aja ya.”, ujar kak
Radit.
“Oh, yaudah kak. Selamat menikmati pestanya ya kak.”
Setelah itu kak Radit menghampiri Ririn dan
sahabat-sahabatnya yang sedang menikmati makan malam. Dan selesai makan,
sahabat-sahabat Ririn pulang duluan. Sementara Ririn masih menunggu Kak Radit
yang sedang makan. Baru setelah makan, mereka berdua pulang.
***
Sesampainya di rumah Ririn, Ayah Ririn keluar.
“Kamu sudah pulang Rin? Ajak masuk dululah sini temanmu itu,
buatkan minum. Kasihan kan sudah mengantar kamu, pasti haus. Sekalian tolong
buatkan teh hangat untuk ayah ya.” kata Ayah.
“Iya Ayah.” ujar Ririn kepada Ayah. “Masuk dulu yuk kak.”
Ririn mengajak kak Radit masuk.
Disaat Ririn sedang sibuk di dapur, Kak Radit, Ayah, dan
kelima sahabat Ririn sudah siap di ruang tamu. Ibu dan adik Ririn sedang di
luar kota, menjenguk nenek yang sedang sakit. Ketika Ririn hampir tiba ke ruang
tamu, Kak Radit, Ayah, juga kelima sahabat Ririn menyanyikan lagu ulang tahun
dengan membawa sebuah kue lengkap dengan lilin berbentuk angka 17 yang menyala.
Ririn tidak menyangka mendapat kejutan seperti ini. Hampir
saja menetes air matanya karena terharu melihat kejutan untuk dirinya. Setelah
meniup lilin, Ririn pun memotong kue dan memberikannya kepada ayah.
“Terima kasih ya. Selamat ulang Ririn, semoga kamu selalu
diberi kesehatan, menjadi lebih dewasa, dan sukses. Ayah sayang kamu, Nak. Ibu
dan Dina juga sayang kamu.” ujar ayah sambil mengecup kening Ririn.
“Terima kasih ayah”, ujar Ririn.
Ririn pun juga memotongkan kue untuk sahabat-sahabatnya,
juga untuk kak Radit.
“Selamat ulang tahun
ya Rin, ini untuk kamu.” ujar kak Radit sambil memberikan sebuket mawar putih.
“Cieee Ririn,” sorak Nisa yang diikuti oleh yang lain. Ayah
pun tersenyum melihatnya.
“Dibacain dong Rin kertas yang ada dibunganya,” kata Amel
penasaran.
Ririn melirik kak Radit seolah bertanya “Bolehkah aku membacanya sekarang?” Dan kak Radit pun menangkap
lirikan mata Ririn, kemudian tersenyum sambil mengangguk.
“Selamat ulang tahun Ririn. Semoga kamu tetap menjadi Ririn
yang baik, ramah, dan sayang kepada sahabat-sahabatmu. Dan semoga kamu selalu
diberi kesehatan, menjadi anak yang sukses, daaan…”
Tiba-tiba kalimat Ririn tersendat.
“Dan apa Rin??”, Faldi bertanya-tanya.
“Dan maukah kamu menjadi pacarku?”, ujar kak Radit
melanjutkan sambil memberikan boneka teddy bear kecil yang lucu.
Ririn pun terkejut melihat dan mendengarnya. Begitu juga
dengan ayah dan sahabat-sahabat Ririn.
“Ririn, kakak sayang sama kamu. Kakak ngerasa seneng kalo
bersama kamu. Sejak kita bertemu di kegiatan bakti sosial waktu itu, kakak
mulai menyukai kamu, Rin. Entah mengapa saat itu kakak merasa yakin dengan
kamu. Dan itu terbukti dengan kebersamaan kita selama ini.“
“Terimaa..terimaa…terimaaa..” sahabat-sahabat Ririn
bersorak.
Ririn terdiam, mencoba menyadarkan dirinya apakah ini nyata
atau hanya khayalannya saja. Ririn mencubit tangan kirinya lalu sedikit
meringis kesakitan. Berarti ini nyata. Ini memang nyata.. Ririn menatap kedua
mata kak Radit, dan melihat adanya ketulusan dari cowok yang dikaguminya itu.
Setelah terdiam beberapa saat, Ririn akhirnya bersuara.
“Kak Radit, aku juga sayang sama kakak.”
“Akuu…”
Kak Radit, ayah, dan sahabat-sahabat Ririn menunggu
kelanjutan kalimat Ririn.
“Iya kak, aku mau jadi pacar kakak.” Ujar Ririn tersenyum manis
tersipu malu.
“Horee…” teriak sahabat-sahabat Ririn sambil memeluk Ririn
dan kak Radit.
Ayah pun ikut bahagia melihat kegembiraan itu. Sebelumnya kak
Radit telah berbicara dengan ayah Ririn mengenai perasaannya terhadap Ririn. Ayah
juga merasa cocok dengan kak Radit, dan tidak ada keraguan untuk menyetujui
hubungan Ririn dan kak Radit.
Malam itu menjadi malam terindah di moment ulang tahunnya. Merayakan
ulang tahun ke-17 walaupun sederhana, berkumpul bersama sahabat-sahabat yang ia
sayangi, dan juga ada kak Radit yang kini tidak lagi hanya ia kagumi dari jauh,
tetapi kak Radit yang telah ia miliki menjadi kekasihnya.
“Terima kasih Yaa Allah, atas segala cinta dan kasih sayangMu
yang masih dapat aku rasakan” ucap Ririn dalam hati sambil tersenyum. Dan meneteslah
air mata Ririn melihat kebahagiaan itu.
--- The End ---
No comments:
Post a Comment