Sunday, September 28, 2014

Etika Profesi Akuntansi




PENGERTIAN ETIKA


Apakah yang dimaksud dengan etika ? Kata etika berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti karakter, watak kesusilaan, atau adat. Etika sebagai disiplin ilmu berkaitan dengan adat kebiasaan, nilai-nilai, dan norma perilaku manusia yang dianggap baik atau tidak baik.
Menurut para ahli, etika tidak lain adalah aturan perilaku, adat kebiasaan manusia dalam pergaulan antar sesama dan mengaskan mana yang baik dan mana yang buruk. Berikut ini beberapa pengertian Etika menurut para ahli :

  1. Menurut K. Bertens : Etika adalah nilai-nilai dan norma-norma moral, yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
  2. Menurut W.J.S. Poerwadarminto : Etika adalah ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral).
  3. Menurut H.A. Mustafa : Etika adalah ilmu yang menyelidiki, mana yang baik mana dan yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran.
  4. Menurut Drs. H. Burhanudin Salam : Etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan perilaku manusia dalam hidupnya.
  5. Menurut Franz MAgnis Suseno, 1992 : Etika bukan suatu sumber tambahan ajaran moral, melainkan merupakan filsafat atau pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral.

Etika sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Dengan adanya etika dapat membantu manusia dalam mengambil keputusan agar dapat bertindak secara tepat dalam menjalani hidup, dan etika pun dapat diterapkan dalam segala sisi kehidupan.

PRINSIP-PRINSIP ETIKA

Prinsip-prinsip etika yang merupakan landasan perilaku etika professional menurut Arens dan Lobbecke (1996:81) yang diterjemahkan oleh Amir Abadi Yusuf antara lain :
  • Tanggung Jawab
          Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai professional dan pertimbangan moral dalam semua
          aktifitas  mereka.
  • Kepentingan Masyarakat
          Akuntan harus menerima kewajiban-kewajiban melakukan tindakan yang mendahulukan kepentingan 
          masyarakat, menghargai kepercayaan masyarakat, dan menunjukkan komitmen pada professional.
  • Integritas
          Untuk mempertahankan dan memperluas kepercayaan masyarakat, akuntan harus melaksanakan semua 
          tanggung jawab professional dan integritas.
  • Objectivitas dan Independensi
          Akuntan harus mempertahankan objectivitas dan bebas dari benturan kepentingan dalam melakukan 
          tanggung jawab professional. Akuntan yang berpraktek sebagai akuntan publik harus bersikap
          independen dalam kenyataan dan penampilan pada waktu melaksanakan audit dan jasa astetasi lainnya.
  • Keseksamaan
          Akuntan harus mematuhi standar teknis dan etika profesi, berusaha keras untuk terus meningkatkan 
          kompetensi dan mutu jasa, dan melaksanakan tanggung jawab professional dengan kemampuan terbaik.
  • Lingkup dan Sifat Jasa
          Dalam menjalankan praktek sebagai akuntan publik, akuntan harus mematuhu prinsip-prinsip perilaku 
          professional dalam menentukan lingkup dan sifat jasa yang diberikan.

Ada 8 prinsip etika profesi dalam akuntansi, yaitu :

     1.  Tanggung Jawab Profesi

          Setiap anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat yang harus selalu menggunakan 
          pertimbangan moral serta professional dan bertanggung jawab dalam melakukan semua kegiatan, baik 
          individual maupun bekerja sama dengan sesama anggota.

     2.  Kepentingan Publik

          Salah satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada publik. Maka dari itu, 
          setiap anggota diwajibkan untuk senantiasa bertindak dalam pelayanan kepada publik. Kepentingan 
          publik dapat diartikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani anggota secara 
          keseluruhan.

     3.  Integritas

          Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan public, dimana mengharuskan seorang 
          anggota untuk bersikap jujur dan berterus terang.

     4.  Obyektivitas

          Obyektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota, sehingga 
          prinsip dari obyektivitas itu mengharuskan anggota untuk bersikap adil, tidak memihak, jujur, dan bebas 
          dari pengaruh pihak lain.

     5.  Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
            Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan hati-hati, dan penuh ketekunan. Hal ini 
          berarti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa professional dengan sebaik-
          baiknya sesuai dengan kemampuan. Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman dan 
          menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkat pemahaman dan pengetahuan. 
          Setiap anggota bertanggung jawab untuk menentukan kompetensi masing-masing untuk bertanggung 
          jawab terhadap apa yang harus  dipenuhinya.

     6.  Kerahasiaan

          Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa 
          professional dan tidak boleh mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan.

     7.  Perilaku Profesional

          Setiap anggota harus berperilaku konsisten, serta berkewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat 
          mendiskreditkan profesi sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, 
          anggota yang lain, staff, pemberi kerja, dan masyarakat umum.

     8.  Standar Teknis 
          Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar 
          professional yang relevan.


BASIS TEORI ETIKA


1.   Etika Teleologi 
      Teleologi berasal dari kata Yunani,  “telos” yang berarti tujuan, yaitu mengukur baik buruknya suatu tindakan 
      berdasarkan tujuan yang mau dicapai dengan tindakan itu, atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh 
      tindakan itu.
  
      Ada dua aliran etika teleologi, yaitu :
      -   Egoisme Etis 
          Inti pandangan egoisme adalah bahwa tindakan dari setiap orang pada dasarnya bertujuan untuk 
      mengejar pribadi dan memajukan dirinya sendiri. Satu-satunya tujuan tindakan moral setiap orang adalah 
      mengejar kepentingan pribadi dan memajukan dirinya. Egoisme ini baru menjadi persoalan serius ketika ia 
      cenderung menjadihedonistis, yaitu ketika kebahagiaan dan kepentingan pribadi diterjemahkan 
      semata-mata sebagai kenikmatan fisik yg bersifat vulgar.

      -   Utilitarianisme (berasal dari bahasa latin “utilis” yang berarti “bermanfaat”).
    Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut 
bukan saja  satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan. Dalam rangka pemikiran 
utilitarianisme, kriteria untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan adalah “the greatest happiness of 
the greatest number”, kebahagiaan terbesar dari jumlah orang yang terbesar.


2.   Deontologi
Istilah deontologi berasal dari kata  Yunani ‘deon’ yang berarti kewajiban. ‘Mengapa perbuatan ini baik dan perbuatan itu harus ditolak sebagai buruk’, deontologi menjawab : ‘Karena perbuatan pertama menjadi kewajiban  kita dan karena perbuatan kedua dilarang’.
Yang menjadi dasar baik buruknya perbuatan adalah kewajiban. Pendekatan deontologi sudah diterima dalam konteks agama, sekarang merupakan juga salah satu teori etika yang terpenting.


3.   Teori Hak
Dalam pemikiran moral dewasa ini barangkali teori hak ini adalah pendekatan yang paling banyak dipakai untuk mengevaluasi  baik buruknya  suatu perbuatan atau perilaku. Teori Hak merupakan suatu aspek  dari teori deontologi, karena berkaitan dengan kewajiban. Hak dan kewajiban bagaikan dua sisi uang logam yang sama. Hak didasarkan atas martabat manusia dan martabat semua manusia itu sama. Karena itu hak sangat cocok dengan suasana pemikiran demokratis.


4.   Teori Keutamaan (Virtue)
Yaitu memandang  sikap atau akhlak seseorang. Tidak ditanyakan apakah suatu perbuatan tertentu adil, atau jujur, atau murah hati dan sebagainya. Keutamaan bisa didefinisikan  sebagai “disposisi watak  yang telah diperoleh  seseorang dan memungkinkan  dia untuk bertingkah laku baik secara moral”.
Contoh keutamaan adalah : kebijaksanaan, keadilan, suka bekerja keras, serta hidup yang baik.


EGOISM

          Kata egoisme berasal dari bahasa Latin “ego”, yang berasal dari kata Yunani kuno yang berarti diri atau saya, dan kata “isme”, digunakan untuk menunjukkan sistem kepercayaannya. Dapat diartikan bahwa egoisme adalah cara untuk mempertahankan dan meningkatkan pandangan yang menguntungkan bagi dirinya sendiri, dan umumnya memiliki pendapat untuk meningkatkan citra pribadi seseorang dan pentingnya intelektual, fisik, sosial dan lainnya. Egoisme ini tidak memandang kepedulian terhadap orang lain maupun orang banyak, hanya memikirkan diri sendiri. 
          Teori egoisme berprinsip bahwa setiap orang harus bersifat keakuan, yaitu melakukan sesuatu yang bertujuan memberikan manfaat kepada diri sendiri. Egoisme juga merupakan motivasi untuk mempertahankan dan meningkatkan pandangan yang hanya menguntungkan diri sendiri. Egoisme berarti menempatkan diri di tengah suatu tujuan serta tidak peduli dengan penderitaan orang lain, termasuk yang dicintainya atau yang dianggap sebagai teman dekat. Hal ini berkaitan erat dengan narsisme, mencintai diri sendiri, dan kecenderungan untuk berbicara atau menulis tentang diri sendiri dengan rasa sombong.




Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain ialah Pengendalian Diri dan Pengembangan Tanggung Jawab Sosial (Social Responsibility). Jelaskan !!

-   Pengendalian Diri
    Para pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak 
    memperoleh apapun dari siapapun serta dalam bentuk apapun.
·          
-   Pengembangan Tanggung Jawab Sosial
    Para pelaku bisnis dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat yang bukan hanya dalam bentuk uang. 
    Sebagai contoh, kesempatan yang dimiliki oleh para pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang 
    tinggi saat terjadi “excess demand’ (kelebihan permintaan akibat penurunan harga) harus menjadi perhatian 
    dan kepedulian bagi para pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan tersebut untuk mendapat 
    keuntungan berlipat ganda. Jadi, seharusnya dalam keadaan “excess demand”, para pelaku bisnis mampu 
    mengembangkan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat.
 

Sumber :